Apakah gaji suami sepenuhnya hak istri dan suami haram memakan uang istri

apakah gaji suami sepenuhnya hak istri, ketika gaji istri lebih besar dan tinggi daripada suami
Apakah gaji suami sepenuhnya hak istri - Betapa mirisnya kehidupan sekarang, setiap hal diupload kemedia sosial, benci,susah,senang semuanya kita upload ke media sosial. Seakan-akan tempat mengadu dikala gundah, tempat berbagi dikala senang. Itulah globalisasi zaman. Ambil positifnya buang negatifnya. Karena semua hal didunia tidak jauh dari efek positif dan negatif.

hak istri atas gaji suami menurut islam

Akhir-akhir ini sering muncul di wall facebook, atau media sosial lainnya tentang "uang suami milik istri, tapi sebaliknya uang istri suami tidak ada hak sama sekali" dan sering pula kalimat yang sangat mencengangkan" suami haram memakan uang istri". Kalimat-kalimat itulah dengan bangga di upload ulang oleh sebagian istri di akun media sosialnya dan menambahkan emoticon love yang sangat banyak.

Seolah-olah kalimat itu paling benar, mewakili perasaan dari sebagian mereka. Jujur saya sebagai wanita merasa sangat kecewa. Karena bagi saya "uang saya uang suami dan juga sebaliknya" , tidak ada bedanya bagi saya, entah karena terlalu cinta atau hal lainnya.

Walaupun fatwa ulama mengatakan " tidak ada hak suami dalam uang istri" tetapi saya rasa tidak elok juga kita membaginya di media sosial, anggapan orang bisa beragam. Salah-salah mereka mengangap suami kita benalu dalam rumah tangga.

Uang istri sepenuhnya milik istri itu benar, tidak ada yang salah, maka bebas istri melakukan apa saja dengan uangnya, mau besedekah boleh, memberikan kepada orang tua boleh, karena suami tidak ada hak melarangnya dan tidak perlu izin dari suami.

Ketika gaji istri lebih besar dan tinggi daripada suami


Beda dengan uang suami, walaupun untuk sedekah, kita harus meminta izin kepada suami. Sekarang apabila dalam rumah tangga kita menganut kalimat "uang istri haram dimakan suami". Bagaimana dengan mereka suami-suami yang sakit, cacat fisiknya karena kecelakaan ataupun mereka yang sudah berusaha tetapi gajinya pas-pas. Sedangkan gaji istri melimpah ruah dibanding mereka.

Apakah haram juga?

Sebenar haram atau tidaknya uang kita dimakan suami di letak keikhlasan kita, keridhaan kita. Kita hidup berumahtangga mengikat janji suci dari aku dan kamu menjadi kita. Seharusnya sedihnya menjadi sedih kita,
Susahnya menjadi susah kita. Kebahagiannya kebahagian kita.

Mengapa kita harus membedakannya. Kemudian timbul lagi kalimat" menikah untuk di nafkahi bukan menafkahi", memang benar suami wajib menafkahi istrinya namun, setelah berjuang sekuat tenaga dia mampu memberikan seadanya kepada kita. Kenapa harus menuntut lebih.

Lihat dan berkacalah pada wanita-wanita hebat yang menjadi tulang punggung keluarga. Yang banting tulang mencari nafkah dikarenakan suaminya sakit, atau memiliki perkerjaan namun penghasilannya biasa-biasa saja bahkan bisa dikatakan tidak cukup untuk kehidupan.

Tetapi mereka bisa bahagia, menjalani hidup, mengapa dengan kita yang masih memiliki segalanya masih menuntut lebih? Berbagi itu lebih indah untuk kebaikan bersama.

Apa salahnya disaat kita memiliki uang kita berbagi dengan suami. Tentunya akan lebih indah.lain halnya dengan suami yang sama sekali tidak bekerja dengan alasan malas atau menghamburkan uang untuk hal-hal yang tidak bermamfaat, judi, bermain perempuan atau hal yang tidak berguna lainnya, saya rasa tepat kalimat"uang istri haram untuk suami" namum kembali lagi ke asalnya, apabila istrinya ridha dan ikhlas tidak masalah.

Jika setelah berumah tangga mengeluh suami tidak sanggup menafkahi, bukankah kita telah memilih lelaki yang menurut kita paling mengerti kemauan dan keinginan diri kita. Yang bisa memenuhi segala yang kita butuhkan. Lalu mengapa sekarang kita mengumbar aibnya kepada semua orang?

"Dulu saya menikah karena dia kaya sekarang dia miskin dan menghabiskan gaji saya". Bukan sebuah alasan untuk menjadikan kita mengharamkan uang kita kepadanya. Pasang surut dalam kehidupan pasti ada, tergantung kita bagaimana menyikapinya.

Harusnya kita sebagai istri menjadi penawar di kala suami kecewa , menjadi pendukung utama dalam suami meraih kesuksesannya. Menjadi orang pertama yang mengerti akan kesusahannya. Bukan malah menuntut yang di luar kemampuannya. Dosanya seorang istri apabila menuntut sesuatu yang diluar kemampuan suaminya.

Bukan disaat uang kita melebihi uangnya malah merendahkan dan menghinanya. Lalu apa artinya bersatu dalam ikatan suci jika "kamu dan aku" belum berubah menjadi "kita". Untuk apa memiliki anak satu bahkan sampai lima jika kita masih membedakan haknya dan hak kita.

Untuk apa kita bertahan jika masih mengumbar aibnya kesemua orang?

Untuk apa bertahan jika kita terus mencaci maki karena kekurangnya?

Untuk apa bertahan jika ikhlas tidak ada dihati untuk melakukan kewajiban kita sebagai istri??

Untuk apa? mari kita cari jawabannya dalam diri kita masing . Tidak ada gunanya bertahan jika yang ada mendatangkan dosa-dosa yang akan menumpuk seperti gunung menjulang tinggi. Berusaha memperbaiki lebih baik daripada melepaskan.

Disaat para istri lain sudah hampir meraih syurganya Allah, mengapa kita harus semakin menjauh, malah sebaliknya mendekati neraka?

Untuk para istri, jika kita  merasa rezeki suami masih sempit, sudahkah kita berdo'a kepada Allah untuk Allah lapangkan rezeki suami kita?

Untuk para suami, jika kalian masih merasa rezeki kalian tidak kunjung datang, sudahkah kamu muliakan ibu dan istrimu?

Sungguh dengan memuliakan istri dan ibu. Maka dengan do'a mereka Allah akan melapangkan rezeki kalian. Memudahkan kalian dalam mencari nafkah.

Melakukan sesuatu hal  itu tidak semudah teorinya. Benar, tetapi tidak salah untuk mencoba. Kalau kita bisa berlari untuk apa merangkak.

(Tulisan untuk pengingat diri kita bersama, khusus bagi mereka yang mengharamkan uangnya untuk suaminya, dilarang menghujat). (Penulis: NOVI)